Menunggu Keberanian KPK, Kapolri dan Menteri LHK

by -2,199 views
Foto ist

PEKANBARU Saturealita.Com-Jelang sebelas tahun SP3 Ilegal Logging 14 Perusahaan HTI di Riau pada 22 Desember 2019, Jikalahari mengapresiasi Hakim Mahkamah Agung yang menolak Peninjauan Kembali (PK) PT Merbau Pelalawan Lestari (MPL) melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada 17 Desember 2019.

“Putusan PK ini pintu terakhir upaya hukum yang dilakukan PT MPL dan putusan hakim kembali membenarkan telah terjadi perbuatan melawan hukum berupa merusak hutan alam yang dilakukan oleh PT MPL karenanya wajib membayar denda Rp 16,2 triliun,” kata Made Ali, Jumat (20/12/2019).

Pada 2017 dua tahun lalu, PT MPL mengajukan Peninjauan Kembali dengan cara menggugat perbuatan melawan hukum Menteri LHK bernomor register 666.PK/PDT/2017. Permohonan PK PT Merbau Pelalawan Lestari yang diwakili Jimmy Bonaldy Pangestu melawan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pada 17 Desember 2019, Majelis Hakim Syamsul Maarif, SH, LLM, Phd,
Dr Ibrahim SH M LLM, Dr HM Syarifudddin SH MH, memutuskan menolak gugatan PT Merbau
Pelalawan Lestari.

“Majelis Hakim PK ini layak diberi apresiasi setinggi-tingginya karena masih pro natura di tengah
korporasi 11 tahun melakukan kejahatan dan 11 tahun pula KPK, Polisi, Presiden SBY dan Presiden
Jokowi tidak berani melawan kejahatan korporasi,” ungkap Made Ali.

Putusan PK ini memutus harapan PT MPL untuk tidak membayar denda kerusakan lingkungan akibat
aktivitas illegal logging. Berdasarkan Putusan Hakim Kasasi Mahkamah Agung No 460 K/Pdt/2016, Mahkamah Agung menghukum dan memerintahkan tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup kepada negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia secara langsung dan seketika kepada penggugat sejumlah Rp 16,2 triliun yang terdiri, kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di dalam areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kayu
Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas 5.590 ha sejumlah Rp 12,1 triliun dan kerugian akibat perusakan lingkungan hidup di luar areal Izin Usaha Pemanfaatan hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) seluas 1.873 ha sejumlah Rp 4,07 triliun.

PT MPL perusahaan terlibat illegal logging dan korupsi kehutanan.
Pada 2007, PT MPL satu dari 14 korporasi yang menjadi tersangka illegal logging oleh Polda Riau yang
dipimpin Brigjen Sutjiptadi. Setahun kemudian, pada 22 Desember 2008, pengganti Sutjiptadi Brigjen Hadiatmoko menghentikan perkara tersebut (SP3). Korporasi tersebut: PT Mitra Kembang Selaras, PT Riau Andalan Pulp & Paper, PT Arara Abadi, PT Suntara Gajah Pati, PT Wana Rokan Bonai Perkasa, PT Anugerah Bumi Sentosa, PT Madukoro, PT Citra Sumber Sejahtera, PT. Bukit Betabuh Sei Indah, PT. Binda Duta Laksana, PT Rimba Mandau Lestari, PT Inhil Hutan Pratama, dan PT Nusa Prima Manunggal. Total nilai kerugian negara akibat illegal logging 14 korporasi mencapai lebih Rp 2 Ribu triliun.

Jelang di SP3, Brigjen Suptijtadi melaporkan perusahaan ini ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 2007, Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaafar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena menerbitkan IUPHHKHT di atas hutan alam untuk 15 Korporasi yaitu PT Merbau Pelalawan Lestari , PT Selaras Abadi Utama, PT Mitra Tani Nusa Sejati, PT Uniseraya, PT Rimba Mutiara Permai, PT Satria.

Perkasa Agung, PT Mitra Hutani Jaya, PT Triomas FDI, PT Madukoro, CV Alam Lestari, CV Tuah Negeri,
CV Putri Lindung Bulan, CV Harapan Jaya, CV Bhakti Praja Mulia dan CV Mutiara Lestari. KPK juga menetapkan Bupati Siak Arwin AS sebagai tersangka menerbitkan IUPHHKHT di atas hutan alam untuk 5 korporasi HTI yaitu PT Bina Daya Bintara, PT Seraya Sumber Lestari, PT Balai Kayang Mandiri, PT Rimba Mandau Lestari dan PT National Timber and Forest Product. Lalu, KPK juga menetapkan Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau Syuhada Tasman, Asral Rahman, Burhanuddin Husin dan Rusli Zainal sebagai tersangka karena menerbitkan RKT di atas hutan alam.

Sepanjang 2007-2014 para tersangka divonis hakim hingga incraht. Dalam perkara korupsi PT MPL telah merugikan keuangan negara dari keuntungan menebang hutan alam senilai Rp 77 milyar. Total kerugian negara akibat tindakan kepala daerah dan kepala dinas yang menerbitkan IUPHHKHT/RTK untuk 20 korporasi berdasarkan putusan pengadilan mencapai lebih dari Rp 3 triliun.

“Namun, korporasi hingga detik ini belum juga ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, padahal bukti sudah terang benderang,” tegas Made kembali.

Setahun setelah Brigjen Hadiatmoko menerbitkan SP3, Presiden SBY membentuk Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (Satgas PMH). Pada 2009 satgas menerbitkan rekomendasi kepada Presiden SBY pertama, Kapolri membuka kembali SP3 14 perusahaan HTI, kedua KLH menggugat perdata PT MPL dan PT Madukoro.

“Dalam perjalanan, baru PT MPL yang digugat KLHK, PT Madukoro hingga detik ini belum juga digugat KLHK,” paparnya.

Jikalahari merekomendasikan,
1 KLHK segera menggugat perdata PT Madukoro termasuk yang terlibat korupsi kehutanan dan illegal logging Riau, 2 KPK segera menetapkan 20 korporasi tersangka korupsi kehutanan dalam perkara terpidana Azmun Jaafar, Arwin AS, alm Syuhada Tasman, Asral Rahman, Burhanuddin Husin dan Rusli Zainal dan 3 Kapolri segera membuka kembali SP3 14 korporasi illegal logging 2008 paska putusan PK PT MPL termasuk merujuk putusan korupsi kehutanan. (***/rilis)