Menjelang Putusan PN Regat, Jikalahari dan Senarai Meminta Vonis PT TI dan Tangkap Tresno Chandra

by -1,214 views
Foto doc Jikalahari

PEKANBARU, Saturealita.com- Jikalahari dan Senarai meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Rengat yang diketuai Omori Rotama Sitorus beranggotakan, Maharani Debora Manullang dan Immanuel Marganda Putra Sirait, vonis PT Tesso Indah (TI) pidana denda Rp 10 miliar dan pidana tambahan Rp 24 miliar.

Permintaan ini, menjelang putusan Majelis Hakim atas PT TI di PN Rengat pada tanggal 28 Juli 2020. “PT TI layak dihukum dengan Pasal 98 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf a UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, karena sengaja membiarkan lahannya terbakar. PT TI memang menginginkan Blok T dan N terbakar atau dibakar karena tanaman sawit di atasnya tidak produktif dan masih ada kayu alam yang berdiri tegak saat kebakaran teronggok menjadi arang,” kata Okto Yugo Setyo, Wakil Koordinator Jikalahari, Senin, (27/7/2020).

Dikatakan Okto, meski sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut PT TI dengan Pasal 99 Ayat (1) jo Pasal 116 Ayat (1) huruf a UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan tuntutan pidana denda Rp 1,5 miliar dan pidana tambahan perbaikan kerusakan akibat kebakaran sebesar Rp 24 miliar.

Disebutkan Okto, lahan PT TI terbakar dua kali selama Agustus 2019 di Estate Rantau Bakung, Kecamatan Rengat Barat, Indragiri Hulu. Pertama, pada 19 Agustus 2019 di Blok T 18,19 dan 20 seluas 28,1 hektar. Kedua, pada 26 Agustus 2019 di Blok N 14, 15 dan 16 seluas 35,1 hektar. Seluruhnya 63,2 hektar. Hasil pemantauan selama persidangan dan hasil temuan lapangan mendapati fakta yang  memperkuat dugaan bahwa PT TI sengaja membakar lahan.

Saat pertama kali, investigasi Jikalahari pada bulan Desember 2019 menemukan, areal bekas terbakar telah ditumbuhi semak-semak yang tumbuh alami, menandakan areal bekas terbakar tersebut menjadi subur karena PH tanah naik, arang bekas terbakar menjadi abu dan abunya dapat menyuburkan tanah gambut.

“Blok T dan N yang terbakar seluas 63,2 ha, karena sawit yang ditanam tidak produktif dan jarang dipanen serta sebagian lahannya masih hutan alam,” jelas Okto sembari mengatakan PT TI membakar lahan karena akan mengganti sawit yang tidak produktif dan menanami dengan sawit yang baru.

Kemudian saat investigasi ke kedua, PT TI tidak menjalankan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Nelson Sitohang, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Provinsi Riau, bila areal perusahaan kerap terbakar berarti dia tidak mematuhi dan melaksanakan kegiatan berdasarkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hasil pengecekan Amrizal Ismail, PT TI tidak memiliki Rencana Kerja Pembukaan dan Pengolahan Lahan Perkebunan (RKPPLP).

“Dari fakta di persidangan diketahui bahwa PT TI tidak punya RKPPLP dan juga tidak menjalankan AMDAL”, papar Jefri Sianturi, Tim Pemantau Persidangan Senarai.

Selanjutnya, investigasi Ketiga, PT TI tidak memiliki sarana dan prasarana yang memadai. Regu pemadam sangat terbatas, hanya berjumlah lima orang, bahkan disuga tidak pernah dilatih tata cara pengendalian kebakaran.

Ironisnya, Regu pemadam juga rangkap jabatan sekaligus sebagai sekuriti, karyawan kebun, kantor dan pegawai kontrak. Apa lagi Sarana juga terbatas, di kebun Rantau Bakung hanya ada satu mesin mini striker dan shibaura.

Selain itu, pada Blok T dan N yang terbakar tidak ada sumber air. Embung hanya ada di Blok R dan S, sedangkan
untuk menara pantau api hanya ada satu dan tingginya cuma 10 meter, seharusnya ada 9 menara  dengan ketinggian 15 meter.

Selanjutnya, investigasi Keempat, areal terbakar masuk dalam prioritas restorasi gambut. Berdasarkan peta prioritas indikatif restorasi gambut, areal yang terbakar berada pada zona merah (prioritas restorasi pasca kebakaran 2015-2017) dan zona biru (prioritas restorasi lindung gambut berkanal). Artinya PT TI tidak melakukan restorasi pasca kebakaran 2015, hingga terbakar kembali pada 2019.

Terakhir investigasi Kelima, terjadi kerusakan lingkungan hidup yang serius. Pada blok yang terbakar terjadi kematian flora, fauna, vegetasi dan biota tanah hampir 100 persen. Permukaan gambut turun 20 centimeter. Tinggi muka air dalam parit jauh dari permukaan tanah dan hampir kering karena tidak dikelola dengan baik. Blok terbakar adalah lahan gambut yang semula hutan alam tapi dikonversi jadi perkebunan.

Masih terdapat log atau bekas kayu alam diameter 20-80 centimeter. Kebakaran di lahan PT TI telah memenuhi kriteria kerusakan tanah dan lingkungan dan mengakibatkan kerugian sebesar Rp 24 miliar lebih, pemulihan gambut yang rusak diperkirakan butuh waktu lama.

Selain vonis terhadap PT TI dengan pasal kesengajaan, Jikalahari juga meminta hakim agar mendesak penyidik dan JPU untuk menangkap dan menyidik Tresno Chandra, pemilik PT TI. “Karena Tresno Chandra adalah orang yang paling harus bertanggung jawab dan layak dipenjara. Bukan Sutrisno yang masih pada masa percobaan dan bukan karyawan tetap,” kata Okto Yugo.

Sebelumnya Hakim menjatuhi hukuman Sutrisno dengan penjara 1 tahun 4 bulan dengan denda 1 miliar rupiah. (***/rl)