LAMR Menganugerahkan Gelar Adat Istimewa Kepada Arifin Achmad

by -1,030 views
Salah seorang pengarah kegiatan ini, Drs H. Taufik Ikram Jamil, M.Ikom

PEKANBARU, Saturealita.com- Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) menganugerahkan gelar adat istimewa kepada Almarhum Brigjen TNI (Purn) H Arifin Achmad.

Almarhum semasa hidupnya dinilai luar biasa bukan saja membangun Riau, tetapi secara khusus meletakkan pemikiran kembali ihwal adat Melayu Riau. Malah pikirannya melampaui zaman yang sampai sekarang masih bisa dinikmati khususnya dalam pembangunan masyarakat adat.

Untuk niat itu, hari Senin (03/08/2020), belasan pemuka adat dari LAMR melakukan peminangan berkaitan dengan anugerah gelar adat tersebut, di rumah anak dari adik bungsu almarhum Hayati (74).

“Ini salah satu rangkaian sebelum penabalan anugerah adat itu sendiri dilakukan. Sebelumnya, selain rapat-rapat, kita telah merisik,” kata Ketua Pantia Anugerah Gelar Adat Istimewa Melayu Riau kepada Arifin Ahmad, Datuk Drs. Raja Yoserizal Zen, M.Sn.

Menurut Yose, lamaran dilaksanakan di rumah kediaman adik bungsu almarhum karena ahli waris yang bersangkutan berada di Jakarta dan Australia, yang amat terbatas dikunjungi dalam situasi pandemi sekarang. “Alhamdulillah, ahli waris dan keluarga besar Datuk Seri Arifin Achmad telah menerima lamaran ini baik lisan maupun tertulis,” ujar Datuk Yose.

Penabalan Anugerah Gelar Adat Istimewa Masyarakat Adat Melayu Riau kepada Almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad, akan dilaksanakan hari Sabtu (08/08/2020). Selain tatap muka sekitar 50 orang dengan mengikuti protokol kesehatan, acara ini juga dilaksanakan secara virtual.

Lahir di Bagansiapi-api tahun 1924 dan meninggal tahun 1994, Arifin Achmad adalah sosok terlama menjadi Gubernur Riau, 1966-1978. Berbagai kemajuan dicapainya secara luar biasa di tengah kondisi daerah dan nasional yang belum stabil. Dia memiliki tiga anak dari perkawainannya dengan Martha Lena, yakni Joycelyn Darmajanti, almarhumah Dr.dr. Rossalyn Sandra Andrisa SpM.MEpid, dan Saihatu Saniah SS.

Mendahului PBB

Salah seorang pengarah kegiatan ini, Drs H. Taufik Ikram Jamil, M.Ikom, mengatakan, almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad, sudah berpikir bahwa posisi adat sangat penting dalam pembangunan manusia yang tidak bisa hanya dibina dengan material. Bandingkan kenyataan ini dengan pernyataan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang baru memposisikan adat pada tahun 1997 atau 27 tahun setelah almarhum Brigjen TNI (Purn) H. Arifin Achmad mencetuskan Lembaga Adat Daerah Riau.

Melalui Lembaga Adat Daerah Riau yang kemudian bernama Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), almarhum meminta berbagai pemikiran, bahkan mengambil langkah nyata dalam berbagai pembangunan seperti pembangunan anjungan Riau di Taman Mini Indonesia, inventariasi adat pernikahan, pakaian, dan etika Melayu. Dia mengingatkan bahwa keragaman adat di Riau sebagai suatu keniscayaan yang merupakan kekayaan tersendiri.

Dari sistem kekerabatan saja misalnya, daereah ini tidak saja menganut patrilineal, tetapi juga materilineal yang justeru saling mengisi. Tak pelak juga kalau dari awal, lembaga ini menganut sistem konferadasi-otonomi adat.

Memang demikianlah sifat kebudayaan, tidak pernah memusat, tetapi justeru memberi aksentuasi tindakan berdasarkan muatan tempatan.

Dengan demikian, adat juga adalah sesuatu yang tidak membatu, membeku, apalagi kematu. Adat akan dinamis, apalagi adat Melayu Riau yang senantiasa membuka diri pada perubahan, selain pada adat sebenar adat karena landasannya tidak akan berubah yakni al-Qur’an dan hadis. Oleh karenanya pulalah, kita masih bisa menikmati adat dan membicangkannya sampai sekarang dan bila-bila masa saja.

Berasal dari kata Sanskerta yakni Datu dengan makna orang yang mulia, bahkan dapat bermakna sama dengan raja, posisi Datuk dalam masyarakat di Riau pesisir maupun daratan, hampir sama. Perbedaannya hanya sedikit yakni melalui musyawarah para Datuk, seorang Datuk dapat menjadi pemimpin atau penguasa utama pada suatu kelompok tertentu di Riau daratan. Tidak demikian halnya di Riau pesisir, tidak sampai pada peneraju utama kekuasaan, paling-paling sebagai memegang kuasa untuk sementara seperti pernah terjadi di Kerajaan Siak Sri Inderapura.

Cuma baik di Riau pesisir maupun Riau daratan, sama-sama menempatkan datuk sebagai orang mulia atau dalam bahasa tempatan disebut sebagai orang patut karena kemampuan dan pengabdiannya kepada masyarakat.

Tangguh

Sebutan tersebut diiringi dengan kata “seri” yang menyarankan pengertian cahaya. Tetapi saran arti tersebut adalah sesuatu yang datang dari dalam diri seseorang, tidak dari benda lain. Tak pernah dikatakan, “Lampu berseri” bagi alat penerangan yakni lampu atau bercahaya. Selalunya kata tersebut muncul untuk menggambarkan suatu suasana positif dari hati, misalnya melalui kalimat, “Serinya muncul ke muka” atau “Wajahnya berseri-seri”. Hal ini juga menunjukkan ketidak pura-puraan atau keikhlasan terhadap satu maupun lain hal. Justeru bagian wajah pula yang dihadapkan pada Allah SWT.

Kata “seri” diiringi dengan kata “indera” selalu diringkas dengan perasa (dapat merasa) yang setara dengan “the senses” dalam bahasa Inggeris. Tetapi secara fisiologi berarti penghubung antara jiwa dalam wujud kesadaran rohani diri dengan material lingkungan. Kata ini dalam alam Melayu selalu dipakai untuk menunjukkan seseorang yang bemartabat tinggi baik di alam nyata maupun di alam ghaib. Selalu juga dipakai untuk menujuk tempat yang makmur atau diharapkan.

Untuk menjadi “indera” diperlukan ketangguhan, tidak sekedar dapat merasakan atau sejenisnya. Ia harus melalui perjuangan khusus. Oleh karena itulah, dalam gelar ini, “indera” yang dimaksud adalah sesuatu yang tangguh, kuat, berani dan berhasil yang dapat diwakili oleh kata “perkasa”. Negeri adalah sebutan untuk menunjukkan suatu tempat tertentu yang tentu saja berada di tengah-tengah negeri lain.

Alhasil, makna frase gelar adat Datuk Seri Indera Perkasa Negeri, menyarankan pengertian orang patut yang bercahaya dengan kemampuan besar merasakan jiwa dan raga daerahnya untuk dituangkan dalam kerja nyata. (***/rl)