KPK OTT 3 Menteri Jokowi

oleh -1,527 views

JAKARTA, Saturealita.com–Sejak kepemimpinan Joko Widodo 2 Periode terakhir, KPK sudah OTT 3 menteri.

Yang pertama, mantan menteri pemuda dan olahraga Imam Nahrawi, Menpora Jokowi di periode pertama ini disebut menerima suap kasus dugaan korupsi bantuan proposal Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Imam diduga kuat menerima suap senilai Rp26,5 miliar.

Uang diterima Imam melalui asisten pribadinya, Miftahul Ulum dan staf protokoler Kemenpora RI Arief Susanto yang diterima secara bertahap. Uang tersebut diduga menjadi fee yang diminta Kemenpora lantaran telah mengabulkan pemberian dana melalui proposal yang diajukan KONI.

Awalnya, KONI mengajukan proposal bantuan dana hibah dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional pada Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.

Yang kedua mantan Menteri Sosial priode pertama Idrus Marham. Idrus disebut terlibat dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan PLTU Riau-1, yang diduga menerima suap Rp500 juta. Uang tersebut disebut-sebut bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.

Kasus terbaru datang dari Bandara Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Ia ditangkap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu 25 November 2020 tempo hari. Edhy menjadi menteri pertama Kabinet Indonesia Maju Joko “Jokowi” Widodo-Ma’ruf Amin yang berurusan dengan KPK karena terjaring operasi tangkap tangan (OTT).

Edhy ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan korupsi dalam ekspor benur atau benih lobster.
Kasus ini bermula ketika Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Dalam surat itu, Edhy menunjuk dua staf khususnya, Andreau pribadi Misata dan Safri, sebagai Ketua Pelaksana dan Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.

“Salah satu tugas dari tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” kata Wakil Ketua KPK Nawawi.
Kemudian, pada awal Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (PT DPP) Suharjito menemui Safri di Kantor KKP.

“Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp 1.800 per ekor yang merupakan kesepakatan antara AM (Amiril Mukminin) dengan APS (Andreau) dan SWD (Siswadi, pengurus PT ACK),” kata Nawawi.

Atas kegiatan ekspor benih lobster itu, PT DPP mengirim uang sejumlah Rp 731.573.564 ke rekening PT ACK.
Selanjutnya, atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas, PT DPP memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster dan telah melakukan 10 kali pengiriman menggunakan PT ACK.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy.

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp 9,8 miliar.
Selanjutnya, pada 5 November, diduga terdapat transfer uang dari rekening Ahmad Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih, staf istri Edhy, sebesar Rp 3,4 miliar. Uang tersebut diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istri Edhy yang bernama Iis Rosyati Dewi (IRD), Safri, dan Andreau.

“Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRD di Honolulu AS di tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp 750 juta di antaranya berupa jam tangan Rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy,” kata Nawawi.

Di samping itu, Edhy juga diduga menerima uang sebesar 100.000 dollar AS dari Suharjito melalui Safri pada Mei 2020. Safri dan Andreau pun diduga menerima uang sebesar Rp 436 juta dari Ainul pada Agustus 2020. (Md)