Memahami Pola Korupsi di APBD dan Upaya Memberantasnya

by -493 views

PEKANBARU.Saturealita.com-Korupsi yang diambil dari pos dana APBD ini sudah menggurita dan melibatkan banyak komponen yang terlibat, sehingga selama ini rakyat hanya bisa mencium bau busuknya saja tanpa bisa dan tak berdaya menangkap siapa yang menebarkan bau busuknya. Berikut ini adalah modus yang dilakukan elit dalam menguras dana APBD untuk kepentingan koceknya.

  1. Korupsi APBD dapat dilakukan dengan melanggar PP 110 tahun 2000 tentang kedudukan keuangan DPRD dan PP 109 tentang kedudukan keuangan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pola dari korupsi ini adalah terdapat alokasi yang besarnya berada diatas ketentuan yang ditentukan PP 110/2000 serta adanya pos alokasi lain yang sebelumnya tidak diatur dalam PP.
  2. Alokasi dana fiktif dalam bentuk alokasi ganda juga terjadi dengan menitipkan pos seperti uang isentif, tunjangan hari raya (THR) dan uang tali asih di pos anggaran selain anggaran DPRD. Pos belanja lain-lain sebagai anggaran belanja dapat digunakan untuk menampung kekurangan pengeluaran atau belanja dari pos lain yang sebenarnya telah habis. Hal ini masih mungkin terjadi karena sifat dari pos ini adalah pembiayaan rupa-rupa yang tidak di atur.
  3. Penganggaran ganda atau pertanggungjawaban yang sama untuk dua pos pengeluaran yang berbeda dapat terjadi tanpa tercium kecuali lewat audit investigatif dengan menelusuri realisasi dari pelaksanaan program atau kegiatan. Pos belanja tak tersangka seperti bencana alam atau sosial, juga tak luput dari incaran korupsi. Pos ini jika tidak digunakan sampai tahun anggaran, di alokasikan untuk bantuan operasional eksekutif dan legislatif atau digunakan untuk membiyai proyek-proyek fisik yang sebenarnya tidak termasuk kebutuhan mendesak dari sisi kepentingan publik.
  4. Untuk masalah pengadaan, modus yang banyak terjadi adalah kesalahan prosedur tender dalam bentuk tender fiktif, perusahaan pemenang tender tidak memenuhi kualifikasi teknis, dan tidak dipenuhinya klasifikasi perusahaan, dan kecukupan modal. Bentuk lainnya adalah mark up/ mark down anggaran dan kerugian akibat kegiatan penurunan kualitas barang (bestek). Modus-modus ini sangat mungkin terjadi meski anggaran yang diterapkan sudah berbasis kinerja. Belum lagi di tambah proyek titipan yang marak pada beberapa kasus tender. Selama ini masyarakat masih sangat sulit untuk membuktikan modus penggelembungan anggaran karena tidak adanya transparansi dokumen tender dan daftar pengerjaan proyek. Hasil perhitungan sendiri pemerintah dan kesepakatan harga penawaran oleh peserta tender tidak pernah diumumkan. Sebenarnya  dengan penerapan prinsip standar biaya dan standar analisa belanja (SAB) hal ini sudah langsung dapat dikontrol masyarakat dengan membandingkan harga standar biaya  dengan kesepakatan nilai kontrak. Akan tetapi, sampai sekarang hal ini masih sangat sulit dilakukan. Penyebabnya soal transparansi, ketersediaan dokumen SAB, dan standar biaya yang seharusnya sudah dimiliki pemerintah yang hingga kini masih sangat sedikit pemerintah daerah yang menyediakan standar biaya sebagai konsekwensi dari penerapan anggaran kinerja.

Korupsi di pos dana APBD ini terjadi bukan tanpa sebab, ada beberapa faktor yang melatarbelakanginya, diantaranya adalah kekuasaan yang ada dijalankan secara semena-mena tanpa mempertimbangkan kebutuhan prioritas rakyat secara real, tidak adanya kontrol dari publik baik dalam bentuk penggiringan opini, statement, aksi massa, atau bentuk-bentuk aksi lain yang bertujuan mengubah suatu kebijakan pemerintah, institusi pemerintahan tidak mampu menjalankan kekuasaan dengan akuntabel, birokrasi yang korup beserta kroninya tidak dapat dijerat hukum disebabkan besarnya pengaruh uang dan kekuasaan terhadap proses hukum yang ada, buruknya representasi politik di legislatif dimana wakil rakyat yang dicalonkan dari berbagai partai tidak menjalankan fungsinya sebagai wakil rakyat, justru malah berkolusi dengan pemerintah, lemahnya penegakkan hukum serta aturan hukum tentang ruang partisipasi publik dan lemahnya kapasitas birokrasi pemerintah dalam mengelola APBD. Hal-hal tersebutlah yang menjadi penyebab terjadinya korupsi APBD di tingkat elit. Sesungguhnya masih ada ruang yang dapat kita lakukan untuk mengatasi permasalahan korupsi di APBD, walaupun ini tidak bisa dikerjakan dengan sendiri-sendiri. Harus ada kemauan bersama dari seluruh komponen masyarakat untuk memberantasnya. Adapun hal-hal yang harus dilakukan, diantaranya :

  1. Adanya upaya membuka ruang publik yang seluas-luasnya agar rakyat dapat berperan aktif dalam proses perencanaan dan pengawasan anggaran pembangunan.
  2. Penguatan dan optimalisasi proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus korupsi yang terjadi.
  3. Penyadaran kepada aparat birokrasi akan ide pemerintahan yang baik (good governance).
  4. Menghidupkan forum-forum warga yang sudah ada hingga sampai kemandirian melakukan proses perencanaan pembangunan di tingkat kelurahan.
  5. Pemda dan DPRD perlu menggagas sebuah aturan main yang jelas tentang peran masyarakat dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan.

Memberikan kesempatan yang luas kepada publik untuk menjadi bagian yang tak terpisahkan dari proses-proses penyusunan APBD menjadi kata kunci pentingnya menjaga APBD dari penjarah dana APBD di tingkat elit. Dengan demikian perlu untuk mendekatkan anggaran pada sasaran yang tepat melalui peran serta dan partisipasi masyarakat secara luas, maka pada saat yang sama control terhadap anggaranpun semakin meningkat pula. Jika ini bisa dilaksanakan, maka persekongkolan elit dalam melakukan korupsi terhadap APBD akan dapat dicegah sejak proses perencanaan angg