Hari Buruh Sebagai Solidaritas

oleh -
oleh
Catatan Ketua PJS Kota Pekanbaru, Rahmad Handayani

Tanggal 1 Mei setiap tahunnya, diperingati sebagai Hari Buruh Nasional. Hari Buruh merupakan salah satu momentum tercipta berdasarkan sejarah terjadi masa lampau.

Pada momen ini, biasanya para pekerja atau buruh akan berkumpul untuk sebuah aksi turun ke jalan menyuarakannya untuk aspirasi dan hak-hak mereka

Peringatan Hari Buruh Nasional mengacu pada peristiwa bersejarah, kala itu serikat buruh di Amerika Serikat melakukan aksi demonstrasi besar-besaran. Aksi demonstrasi digelar pada 1 Mei 1886.

Demonstrasi yang dilakukan para buruh kala itu, berupaya menuntut jam kerja dikurangi menjadi maksimal 8 jam. Ini menjadi bentuk protes para pekerja akan jam kerja yang dinilai tak wajar.

Sejak abad ke-19, banyak perusahaan yang memaksa buruh bekerja selama 14, 16, hingga 18 jam kerja dalam sehari.

Puluhan ribu buruh Amerika Serikat saat itu melakukan pemogokan bersama-sama, bahkan anak-anak serta istri mereka ikut aksi yang digelar bahkan, tidak sedikit banyak diantaranya mereka menjadi korban jiwa.

Mengutip dari laman resmi Kemendikbud, lahirnya hari buruh bentuk solidaritas para pekerja dalam rangka memperingati Kerusuhan Haymarket Chicago pada tahun 1886 silam.

Kemudian pada abad ke-20, dijadikannya hari libur nasional, 1 Mei (May Day) dapat pengesahan resmi dari Uni Soviet dan juga diperingati sebagai Hari Solidaritas Buruh Internasional.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 139,85 juta orang atau 94,68 persen dari total sebanyak 147,71 juta orang Angkatan Kerja (AK) di Indonesia telah terserap ke dalam pasar kerja per Agustus 2023 tahun lalu.

“Terjadi penyerapan tenaga kerja sebanyak 4,55 juta orang sepanjang periode Agustus 2022- Agustus 2023,” dikutip dari Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers PDB kuartal III-2023.

Dari 139,85 juta orang tersebut, Amalia menjelaskan sebanyak 96,39 juta orang bekerja secara penuh waktu, sebanyak 34,12 juta orang bekerja paruh waktu, dan sebanyak 9,34 juta orang setengah pengangguran atau bekerja kurang dari 35 jam dalam sepekan.

Kemudian, dari 139,89 juta orang, didominasi sebagai karyawan/ pegawai/ buruh sebanyak 37,68 persen, sebanyak 23,03 persen berusaha sendiri, dan sebanyak 14,15 persen berusaha dibantu buruh tidak tetap.

Lalu, sebanyak 12,93 persen pekerja keluarga tidak dibayar, 5,27 persen pekerja bebas non pertanian, 3,73 persen pekerja bebas di pertanian, dan sebanyak 3,21 persen berusaha dibantu buruh tetap.

Amalia mengatakan porsi pekerja formal meningkat 0,20 persen year on year (yoy) menjadi 40,89 persen per Agustus 2023, dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 40,69 persen.

Di sisi lain porsi pekerja informal turun menjadi sebesar 59,11 persen per Agustus 2023, dibandingkan Agustus 2022 yang sebesar 59,31 persen.

“Peningkatan proporsi pekerja formal mengindikasikan keadaan ketenagakerjaan yang terus membaik, meskipun proporsinya lebih kecil dibandingkan sebelum pandemi COVID-19,” ujar Amalia.

Seiring dengan itu, jumlah pengangguran di Indonesia turun 580 ribu orang atau 0,54 persen (yoy) menjadi 7,86 juta orang per Agustus 2023, dibandingkan sebanyak 8,24 juta orang pada Agustus 2022.

Dengan demikian, Tingkat Pengangguran Terbuka (TBT) Indonesia per Agustus 2023 tercatat sebesar 5,32 persen (***)