Trauma Pejabat Pasca OTT KPK
PADA Desember 2024, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang menjerat Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa, serta beberapa pejabat lainnya . Penangkapan ini menimbulkan trauma di kalangan pejabat Pemerintah Kota (Pemko) Pekanbaru, dengan beberapa di antaranya mengganti nomor telepon dan menghindari komunikasi terkait pekerjaan .
Defisit Anggaran yang Mengkhawatirkan
Selain krisis kepemimpinan, Pemko Pekanbaru menghadapi defisit anggaran yang signifikan. Pada awal 2025, defisit diperkirakan mencapai antara Rp300 miliar hingga Rp400 miliar . Kondisi ini memaksa pemerintah untuk menunda pembayaran berbagai program dan proyek, termasuk gaji tenaga harian lepas (THL) .
Penyebab Defisit: Dari DBH hingga Kerjasama dengan Pihak Ketiga
Beberapa faktor penyebab defisit anggaran antara lain:
1. Dana Bagi Hasil (DBH) yang Belum Terealisasi: Keterlambatan realisasi DBH dari pemerintah pusat menghambat efisiensi kegiatan pemerintah dan sektor swasta.
2. Polemik Kerjasama dengan Pihak Ketiga: Kerjasama yang kurang menguntungkan dalam pengelolaan sampah, parkir, dan proyek seperti busway menambah beban anggaran pemerintah kota.
Langkah Pemulihan Ekonomi: Program Pro Rakyat
Untuk mengatasi krisis ini, kepemimpinan baru Pemko Pekanbaru di bawah Wali Kota Agung Nugroho fokus pada efisiensi anggaran dan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) . Beberapa langkah yang diusulkan meliputi:
Dukungan untuk Kelompok Tani: Menyediakan bantuan berupa pupuk, bibit, dan kebutuhan pertanian lainnya untuk meningkatkan produktivitas sektor pertanian.
Bantuan untuk UMKM: Memberikan pinjaman lunak tanpa agunan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Dengan implementasi program-program pro rakyat ini, diharapkan perekonomian Kota Pekanbaru dapat pulih dan berkembang lebih baik di masa mendatang.*
Penulis : Rahmat Handayani
Ketua Forum Pemimpin Redaksi (FPR) Riau