Tolak Peer Review HCV PT SSL di Kabupaten Siak

oleh
oleh

Tim Fasilitasi Penyeksaian Konflik Terhadap Hak Atas Hutan Dan Tanah Kabupaten Siak

SIAK,saturealita.com-Tim Fasilitasi Penyeksaian Konflik Terhadap Hak Atas Hutan Dan Tanah Kabupaten Siak menyampaikan penolakan resmi terhadap pelaksanaan proses “peer review” terkait wilayah High Conservation Value (HCV) dilakukan PT Seraya Sumber Lestari (PT SSL) wilayah Kabupaten Siak.

Latar Belakang

PT SSL telah melakukan kegiatan di wilayah Kabupaten Siak yang dikaitkan dengan konsesi hutan/HTI dalam beberapa tahun terakhir. Laporan konflik lahan oleh masyarakat Kampung Tumang dan Merempan Hulu menunjukkan bahwa keberadaan perusahaan ini telah berdampak serius terhadap lingkungan dan hak masyarakat.

Dalam beberapa pertemuan dan proses penyelesaian konflik, pihak Pemkab Siak menilai bahwa perusahaan belum menunjukkan iktikad baik, serta sikap perusahaan dianggap merendahkan marwah daerah dan masyarakat.

Peer review HCV seharusnya menjadi instrumen penilaian konservasi yang independen dan kredibel, namun dalam kasus PT SSL, masyarakat dan Tim Fasilitasi Penyeksaian Konflik Terhadap Hak Atas Hutan Dan Tanah Kabupaten Siak menilai bahwa mekanisme tersebut diragukan transparansinya dan tidak berlandaskan partisipasi penuh masyarakat terdampak.

Pernyataan Penolakan

Kami, Tim Fasilitasi Penyelesaian Konflik Terhadap Hak Atas Hutan Dan Tanah Kabupaten Siak, menyatakan beberapa hal sebagai berikut:

1. Menolak proses peer review HCV PT SSL karena tidak memenuhi kriteria keterlibatan masyarakat lokal, pengakuan atas kondisi historis konflik lahan, serta tidak menjamin perlindungan penuh terhadap lingkungan gambut dan ekosistem kritis di Kabupaten Siak.

2. Mendesak pihak Berwenang — baik di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pusat agar memeriksa ulang legalitas dan efektivitas peer review tersebut serta memastikan bahwa setiap kajian HCV dilakukan secara independen, kredibel, dan partisipatif.

3. Menuntut agar hak masyarakat kampung-kampung terdampak (Kampung Tumang, Merempan Hulu, dan sekitarnya) diakui secara penuh: termasuk hak atas tanah, akses lingkungan hidup yang sehat, serta pemulihan kondisi sosial dan ekonomi yang selama ini tergerus akibat konflik.

4. Mengingatkan bahwa apabila peer review ini hanya menjadi legitimasi operasional perusahaan tanpa menyelesaikan akar konflik, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai alat “greenwashing” dan bukan mekanisme keadilan sejati.

5. Meminta agar semua pihak perusahaan, pemerintah daerah, lembaga adat (seperti Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) Siak), dan masyarakat segera duduk bersama dalam forum terbuka untuk menetapkan langkah konkret penyelesaian: mulai dari reposisi kawasan, pemulihan ekosistem, hingga skema kemitraan yang adil untuk masyarakat lokal.

Harapan ke Depan

Tim Fasilitasi Penyeksaian Konflik Terhadap Hak Atas Hutan Dan Tanah Kabupaten Siak berharap bahwa penolakan ini menjadi momentum bagi perubahan paradigma: bahwa penilaian keberlanjutan (HCV, RSPO, ISPO, ataupun standar lainnya) tidak sekedar formalitas teknis, tetapi harus melekat pada keadilan sosial, pengakuan hak masyarakat adat dan lokal, serta perlindungan lingkungan hidup secara riil.

Kami juga berharap agar Pemerintah Kabupaten Siak dan Pemerintah Provinsi Riau mengambil peran aktif untuk memastikan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroperasi di wilayahnya mematuhi kaidah tata kelola yang baik, transparan, dan bertanggung-jawab terhadap masyarakat serta lingkungan.

Penutup

Penolakan ini bukan berarti kami menentang mekanisme peer review sebagai instrumen tetapi menuntut agar mekanisme tersebut dipenuhi dengan standar tertinggi, bukan sekedar seremonial. Kami siap berkolaborasi dalam proses yang benar-benar adil dan bermakna. ***/rilis