PEKANBARU,Saturealita.com-Dalam Tengku Mahkota Seri Buantan, si sutradara tidak hanya menyelipkan unsur komedi, layaknya Drama Klasik Bangsawan umumnya. Jika tokoh Kadam/ Bujang Selamat dan Inang hanya sepasang, dalam lakon ini Reza justru menghadirkan peran Bujang Selamat dan Inang menjadi dua pasang.
Bukan tanpa maksud. Menghadirkan dua pasang tokoh Bujang Selamat dan Inang untuk lebih mencairkan suasana. Sehingga kelucuan-kelucuan dan kepolosan orang Melayu semakin terasa. Selain itu, kedua pasangnya diharapkan mampu membuat penonton terhibur dan tertawa riang melihat aksi dan polahtingkah mereka.
Apalagi, pemeranan yang cendrung berimprovisasi itu, kadang melontarkan celetukan-celetukan yang populer saat ini. Tak dapat dibendung lagi, penonton tidak hanya tersenyum, bahkan “ngakak” karena merasa geli hati. Meski tak banyak hal yang bisa dikembangkan para aktor karena belum memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas tentang hal penting atau remeh-temeh yang terjadi di Indonesia atau Riau hari ini.
Adegan demi adegan yang diharapkan sebagai hiburan kerapkali lepas kontrol sehingga durasinya menjadi sangat panjang. Bahkan mengulang-ngulangnya agar penonton tambah betah dan terpatri di tempat duduknya. Pertanyaannya, apakah hal itu berhasil? Biarlah penonton dan pengamat yang menilainya.
“Ya, saya memang sengaja melakukannya agar penonton suka dan terhibur setelah lelah menjalani rutinitasnya. Apakah hal itu berhasil atau tidak? Saya justru memulangkannya kepada penonton dan pengamat,” uja Reza Akmal.
Saat ditanya, mengapa adegan tragedi cendrung terkesan melankolis dan cengeng? Bagi ayah anak satu itu (Reza), karena dalam teks ia menemukan kata/ kalimat “hilang akal” karena beratnya persoalan yang ditanggung Raja Kecik, kedua istrinya dan anak-anaknya.
“Nah, pada bagian ini saya perlu belajar lebih banyak lagi. Menafsir kembali bagaimana seharusnya para aktor memainkan karakternya. Saya harap, setelah pementasan ini selesai, para aktor tidak menganggapnya selesai. Saya akan mengajak mereka kembali masuk ke bengkel penciptaan untuk menyempurnakan karya baru ini,” ulasnya.
Layaknya sebuah karya, buah tangan Reza Akmal ini tentu belumlah sempurna. Meski sudah cukup layak dilepastontonkan kehadapan publik. Buktinya, secara kuantitas jumlah tiket yang terjual hampir mencapai 1000 helai. Palingtidak, Reza dan kawan-kawan telah berupaya maksimal dan hasilnya, ia pulangkan kepada audiens.
“Tak ada yang sempurna namun usaha yang kami lakukan mendapat apresiasi dari seluruh penonton yang hadir. Percayalah kami akan terus menyempurnakan karya ini dan terus berproses agar capaian-capaian artistik mengalami perkembangan yang berarti.(***)