JAKARTA (saturealita.com) – Sebuah pengakuan yang mencengangkan melanda Kelurahan Sidomulyo Timur, Pekanbaru, Riau, saat Anggota KPPS bernama Surya Dharma mengungkapkan praktik penyalahgunaan data pemilih. Dalam kesaksian yang memicu kegemparan di Sidang Sengketa Pilpres 2024 di Gedung MK, Jakarta, pada Senin (1/4/2024), Surya menceritakan bagaimana dia diberikan formulir untuk mendata pemilih pasangan calon nomor urut 02, yakni Prabowo-Gibran, di kantor kelurahan.
Kejadian tersebut terjadi saat Surya pergi ke kantor kelurahan untuk mengambil dana operasional TPS pada tanggal 8 Februari, pukul 16.30 WIB. Di sana, Surya menerima formulir yang diserahkan kepadanya dengan tujuan untuk mendata warga yang diketahui akan memilih paslon 02. Alasan di balik pengumpulan data ini disebutkan sebagai persiapan untuk pemberian bantuan sosial (bansos).
Namun, Surya tidak mengetahui secara pasti bagaimana formulir tersebut akan digunakan, karena dia langsung menyerahkannya kepada ketua RT setempat. Pertanyaan pun muncul di benak banyak pihak: Apakah data pemilih ini benar-benar digunakan untuk memberikan bantuan sosial? Ataukah ada agenda tersembunyi di baliknya?
Ketika ditanya lebih lanjut oleh Ketua Majelis Sidang, Suhartoyo, tentang bagaimana pelaksanaan penggunaan data tersebut, Surya mengaku bahwa dia hanya menyerahkannya kepada ketua RT tanpa mengetahui rincian lebih lanjut.
Namun, ketika ditanya siapa yang memerintahkan untuk mendata pemilih paslon 02 untuk pemberian bansos, Surya enggan memberikan informasi tersebut. Dia menyebutkan bahwa orang yang memerintahkan aksi tersebut adalah lurah setempat, namun dia menolak untuk mengungkapkan nama lurah tersebut di hadapan sidang.
“Enggak bisa saya sebutkan di sini,” kata Surya.
Desakan dari Ketua MK, Suhartoyo, dan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, untuk membocorkan nama lurah tersebut pun mengemuka.
“Ini persidangan. Tidak usah takut,” kata Saldi.
Meskipun Surya awalnya enggan, namun Saldi Isra memastikan bahwa hal tersebut diperbolehkan di persidangan. Bahkan, Suhartoyo menegaskan bahwa ketidakterbukaan Surya dalam memberikan nama lurah tersebut dapat mempertanyakan keabsahan kesaksiannya.
Akhirnya, setelah beberapa tekanan, Surya akhirnya menyebutkan nama ‘Ibu Yuliarti’ sebagai sosok yang memerintahkan pengumpulan data pemilih paslon 02 untuk pemberian bansos.
“Ibu Yuliarti, Langsung ke saya,” aku Surya.
Namun, hingga berita ini diturunkan, Yuliarti belum bisa dihubungi untuk dimintai klarifikasi terkait namanya disebut di Sidang Sengketa Pilpres 2024 tersebut.
Jika kesaksian dari Surya Dharma ini benar, tentulah tidak hanya mencoreng citra penyelenggara pemilu di tingkat lokal, tetapi juga menggugah pertanyaan tentang etika dan transparansi dalam pelaksanaan pemilihan umum.
Masyarakat pun menantikan tindak lanjut yang akan diambil oleh pihak berwenang terkait kasus ini, serta langkah-langkah untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. (***/s.topan)